Articles by "Jurnal"
Tampilkan postingan dengan label Jurnal. Tampilkan semua postingan
Batam : Ketua DPRD Provinsi Kepri Jumaga Nadeak, SH, beserta Komisi I DPRD Provinsi Kepri menyampaikan apresiasinya terhadap Polda Kepri dalam kesiapan Polda Kepri dalam Pilkada di Tanjungpinang serta pengungkapan penyelundupan Sabu seberat 1,6 ton yang di tangkap di wilayah perairan Provinsi Kepri. Hal tersebut diungkapkan Rombongan DPRD Kepri saat Kunjungan Kerja ( Kunker) dan Silahturahmi di Restaurant Seafood Rezeki Nongsa sekira pukul 12.30 Wib, Senin (19/3/2018).
Selain menyampaikan apresiasi atas kinerja Polda Kepri, Ketua DPRD Provinsi Kepri dan rombongan juga menyampaikan mendukung langkah Polda Kepri dalam rancangan Peningkatan Tipelogi Polres Tanjungpinang.
" Peningkatan tipelogi Polres Tanjungpinang perlu dilakukan.Hal itu  untuk mengantisipasi kasus-kasus besar besar kedepan yang bisa saja terjadi di Kota Tanjungpinang, " ujar Jumaga Nadeak, SH, Ketua DPRD Kepri.
DPRD Provinsi Kepri selanjutnya berharap Kapolda Kepri dan jajaran juga menyelidiki terkait informasi bahwa  adanya kasus tenaga kerja pengajar di sebuah sekolah yang menggunakan warga negara asing yang dibayar dengan mata uang Dollar Singapore. Termasuk menindaklanjuti kasus Pembunuhan Wanita di Batam beberapa tahun belakangan yang sampai saat ini kasusnya masih tertunda di Polresta Barelang.
Atas apresiasi yang diberikan Kapolda Brigjen Pol Drs. Didid Widjanardi, SH, menjelaskan semua pencapaian yang didapat oleh Polda Kepri merupakan kerja keras para pejabat utama polda dan anggota jajaran Polda Kepri serta kerja sama dengan Instansi terkait yang bergerak dibidang Keamanan. Diharapkan Sinergitas yang terjalin selama ini di tujukan kepada Masyarakat dan bukan hanya kegiatan seremonial belaka.
" Kami Polda Kepri menyampaikan Ucapan terima kasih atas apresiasi yg di berikan kepada kami. DPRD merupakan satu-satunya Birokrasi badan legistasif yg pertama kali mengundang Polda Kepri untuk acara ramah- tamah dan membahas tentang kesiapan Polda Kepri dalam Pilkada di TanjungPinang sehingga kami merasa sangat Tersanjung, " ujar Kapolda.
Kapolda turut menyampaikan bahwa Provinsi Kepulauan Riau merupakan daerah yang rentan dengan peredaran Narkoba dan Tindak Pidana Kelautan dan Perikanan untuk itu diharapkan kerja sama antara instansi terkait, termasuk DPRD dapat terus Mengontrol Kinerja Polda Kepri. 
"  Dalam jangka 2 tahun ini kami sudah melantik dua kali angkatan Bintara Polri yang asli Putra Daerah Provinsi Kepri, hal ini akan terus ditingkatkan untuk tahun-tahun berikut nya. Mengenai Kesiapan Pilkada Tanjungpinang, bahwa kami Polda Kepri sudah melakukan kesiapan Personel Pengamanan, sarana prasarana serta kesiapan anggaran yang akan menunjang kegiatan Pengamanan Pilkada baik itu dari Polres Tanjungpinang maupun dari kesatuan terdekat untuk menjaga Kondusifitas masyarakat Provinsi Kepri khusus nya Kota Tanjungpinang." Terang Kapolda.
Sedangkan menanggapi penyampaian Ketua DPRD Provinsi Kepri dan rombongan Kapolda Kepri menjelaskan bahwa terkait peningkatan Tipelogi Polres Tanjungpinang, Polda Kepri akan terus berupaya untuk secepatnya, dan terkait kasus tenaga kerja pengajar, tim dari Ditreskrimsus akan bergerak cepat menyelidiki sekolah tersebut. Disambung dengan tertundanya kasus pembunuhan Wanita yang terjadi di Batam, Kapolda Kepri menyampaikan penyebab tertundanya kasus tersebut dikarenakan masih kekurangan Barang Bukti dan Minim Informasi dari saksi-saksi akan tetapi kasus tersebut dikatakannya akan terus bergulir hingga menemukan pelaku nya.
Rd
Medan(restorasitoday.com): Kalangan Anggota DPRD Sumut mempertanyakan munculnya nama Irjen Pol Martuani Sormin sebagai Plt Gubsu. Sebab, T. Erry Nuradi yang saat ini masih menjabat Gubsu hingga Juni 2018 tidak ikut dalam kompetisi Pilgubsu 2018. Kalau diganti segera itu aneh saya rasa, karena masa tugas Pak Tengku Erry Nuradi habis bulan Juni kalau tidak salah tanggal 16. Tapi mungkin Pati Polisi itu disiapkan untuk bulan enam ke atas, karena jabatan gubernur sudah kosong sampai dilantiknya gubernur terpilih,” kata Ketua Komisi A DPRD Sumut HM. Nezar Djoeli, Kamis (25/1).

Wakil Ketua Komisi A Muhri Fauzi Hafiz juga merasa aneh dengan adanya Plt Gubsu jika dilakukan sebelum bulan Juni 2018. “Ini jadi tanda tanya juga sama kita. Melihat kondisi ini komisi A DPRD Provinsi Sumatera Utara, perlu memanggil saudara Gubernur melalui pejabat terkait untuk mengetahui duduk perkara masalahnya,” ujar Muhri. Soal berita yang beredar, lanjutnya, pihaknya akan mengirimkan surat guna konfirmasi kepada Pemerintah Pusat soal Pj Gubernur.

Kedua, tahapan-tahapan selanjutnya kita akan mengundang kehadiran gubernur melalui pejabat terkait untuk mengetahui aturan yang shahih soal pejabat gubernur. “

Ketiga, jika ada hal yang kita anggap dilanggar oleh pemerintah pusat kita akan membuat perbandingan,” tegasnya. Begitu juga dengan Hanafiah Harahap dari Fraksi Golkar DPRD Sumut. Menurutnya juga aneh dan gagal paham jika jabatan Gubsu di Plt-kan sebelum masa tugas T. Erry Nuradi habis. “Aneh dan gagal paham aku memaknai penunjukkan Pati Polri tersebut. Sebaiknya kita tunggu penjelasan pemerintah dalam hal ini Kemendagri,” imbuhnya

Namun, lanjutnya, memang sampai 17 Juni 2018 belum juga dilantik gubernur terpilih maka konsekuensinya harus ada pejabat gubernur. “Tapi bisa saja lebih cepat atau lebih lambat dari tanggal 17 Juni 2018. Kita tunggu tahapan kerja dan penjelasan KPU Sumut. Tentu sebelum 17 Nuni 2018 harus ada pejabat gubernur sampai dengan waktu pelantikan gubernur terpilih,” pungkasnya.

Sr/Ant
Perlindungan TKI
Sambungan dari artikel sebelumnya yang berjudul--> Bagian 3 - Peran dan Tanggung-jawab Kementerian Luar Negeri Melindungi WNI dan TKI di Luar Negeri

Batam, RN - Ada beberapa faktor akar masalah Negara tujuan para TKI, yakni beberapa diantara penempatam atau tujuan, tidak memiliki undang-undang atau hukum mengenai ketenagakerjaan yang memadai. Jika muncul masalah antara user dengan pekerja, seringkali merugikan pekerja karena pendekatan yang digunakan oleh negara penempatan berbeda dan kecenderungan di tiap negara adalah bahwa sistem pengadilan dan penegakan hukum di negara tersebut akan melindungi warga negara tersebut dan mengalahkan warga negara asing.

Cara pandang masyarakat setempat di beberapa negara penempatan yang melihat bahwa pekerja asing yang bekerja di bidang konstruksi, perkebunan, dan PLRT dianggap pekerjaan yang rendah (difficult, dangerous, and dirty) sehingga kurang dihargai. Pada beberapa negara, permasalahan domestik workers dianggap sebagai bagian dari permasalahan keluarga atau dianggap masalah individu dan bukan pemerintah/negara.

Peran Direktorat Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum (BHI) Berdasarkan Peraturan Menteri Luar Negeri RI Nomor 01/A/ OT/I/2006/01 Tahun 2006, Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (PWNI dan BHI) bertugas memberikan perlindungan WNI di dalam dan luar negeri, badan hukum Indonesia di luar negeri, pengawasan kekonsuleran, serta bantuan sosial dan repatriasi WNI.Direktorat PWNI dan BHI terdiri dari :

a) Subdirektorat PWNI dan BHI di luar negeri (Subdit I),
b) Subdirektorat PWNI di Indonesia (Subdit II), Subdirektorat Pengawasan
Kekonsuleran (Subdit III),
c) Subdirektorat Bantuan Sosial dan Repatriasi WNI (Subdit IV), dan Subbagian
Tata Usaha.

Sub Direktorat ini kemudian dibagi pula tugas, tanggungjawabnya yaitu:
1) Subdit I meliputi Negara Malaysia, Suria, Jordan, Amerika, Yaman, Lebanon, dan
Irak;
2) Subdit II meliputi Negara Arab Saudi, Oman, Korea, dan Kawasan Eropa;
3) Subdit III meliputi Negara ASEAN selain Malaysia, Australia, Asia Selatan dan
Tengah, Kawasan Afrika, Persatuan Emirat Arab;
4) Subdit IV meliputi Kuwait, Qatar, Bahrain, Jepang, China, Hongkong, Taiwan,
Negara-negara di Pasifik selain Australia

Subdirektorat Pengawasan Kekonsuleran antara lain bertugas menangani pelayanan publik dan akses konsuler terkait dengan data dan penyampaian informasi, serta pelayanan dan perlindungan hak-hak WNI terkait masalah keimigrasian, kewarganegaraan, dan  kependudukan.

Hak-hak WNI yang bermasalah atau terlantar, perlindungan hak-hak pelaut Indonesia yang
menghadapi masalah di kapal angkut asing dan atau di luar negeri, hak-hak pelaut dan nelayan Indonesia yang menghadapi masalah di kapal penangkap ikan asing dan atau di luar negeri, penyelesaian permasalahan WNI dan BHI di luar negeri.

Selain itu ada Subdirektorat Bantuan Sosial dan Repatriasi WNI bertugas menangani
pelayanan di bidang bantuan kemanusiaan, pemulangan WNI bermasalah dan atau terlantar di
luar negeri, antara lain mengenai pemberian uang santunan, kompensasi, asuransi dan proses pemulangan ke daerah asal, pemberian fasilitas kesehatan, penyediaan informasi umum dan dokumen, penjemputan, melakukan monitoring terhadap WNI/TKI korban human trafficking dan transnasional crimes lainnya.

Subbagian Tata Usaha adalah sebagai unsur pendukung yang bertugas melaksanakan ketata-usahaan dan kerumahtanggaan, seperti perencanaan dan pelaporan kinerja, administrasi keuangan, administrasi kepegawaian, dan administrasi perlengkapan (www.tabloiddiplomasi.org).

Kasus-kasus TKI di Malaysia Ditangani Kementerian Luar Negeri Indonesia di Malaysia
TKI yang paling banyak berada di Malaysia sebanyak lebih dari 60 persen, akibatnya
kasus-kasus pun sering muncul dan menjadi perhatian Pemerintah Indonesia. Jumlah WNI PATI (pendatang asing tanpa izin) di Malaysia (berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri Malaysia sebanyak 640.609 orang. Jumlah WNI PATI yang telah didokumentasikan untuk dipulangkan hingga September 2012 sebnyak 379.310 orang.

Jumlah Paspor dan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) yang telah dikeluarkan oleh Perwakilan RI di Malaysia hingga September 2012 342.943 Paspor dan 36.367 SPLP.Pada tanggal 22 Juli 2013, Menteri Dalam Negeri Malaysia menyampaikan bahwa Pemerintahnya akan melaksanakan tahap ke-5 dari program 6P yaitu operasi Penguatkuasaan (Penegakan Hukum) terhadap PATI. Terdapat kemungkinan sekitar 200.000 orang WNI yang akan terkena operasi tersebut.

Kasus-kasus Penembakan WNI oleh Polisi Diraja Malaysia yang tercata dalam media vivanews, 13 November 2012 dimuat bahwa Hishammuddin Hussein, Mendagri Malaysia dalam
pernyataan tertulis menyampaikan sejak 2007 hingga Agustus 2012 terdapat 151 WNI yang
ditembak mati di Malaysia yang terlibat dalam berbagai kasus criminal.

Akar permasalahan WNI di luar negeri ada beberapa factor yakni:

1. Faktor Individu

1.1. Latar belakang sosial ekonomi, kemiskinan, dan pengangguran menjadi faktor
pendorong orang menerima tawaran dengan mudah, tanpa mempertimbangkan resiko
yang akan dipikul

1.2. Menonjolnya kepentingan untuk meraih keuntungan ekonomis dari individu atau
kelompok tertentu dengan mengabaikan akibat yang timbul dari penempatan tersebut
khususnya yang tidak sesuai prosedur dan ketentuan;

1.3. Rendahnya tingkat pendidikan dan skill, membuat TKI pada umumnya hanya
dapat mengisi sektor-sektor domestik (buruh bangunan, buruh perkebunan dan PLRT);
1.4. Kurangnya kesadaran masyarakat untuk mengikuti prosedur serta kemampuan
adaptasi membuat TKI seringkali mengalami culture shock di negara tujuan
penempatan;

BACA JUGA:
Bagian 1 - Peran dan Tanggung-jawab Kementerian Luar Negeri Melindungi WNI dan TKI di Luar Negeri
Bagian 2 - Peran dan Tanggung-jawab Kementerian Luar Negeri Melindungi WNI dan TKI di Luar Negeri
Ketentuan Praperadilan Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
Bahasa Asing Tidak Boleh Hadir Sebagai Icon di Negeri Ini

2. Faktor Pemerintah

2.1. Belum optimalnya koordinasi antar instansi terkait, sehingga kurang terjadi sinergi dalam pelaksanaan tupoksi, program kerja maupun alokasi anggaran antar
Kementerian/Lembaga maupun stakeholder terkait;

2.2. Belum optimalnya law enforcement di dalam negeri sehingga tidak menimbulkan efek jera kepada oknum-oknum yang melakukan penyimpangan dalam proses perekrutan, pelatihan dan penempatan TKI ke luar negeri;

2.3. Lemahnya kontrol di titik-titik perbatasan baik darat, laut, maupun udara;
Perbedaan persepsi dan pendekatan dalam mengimplementasikan pelaksanaan peraturan
penempatan dan perlindungan TKI;

2.4. Tidak dilaksanakannya UU No. 39 Tahun 2004 secara utuh yang berimplikasi pada lemahnya posisi tawar (bargaining position) Indonesia dengan negara penempatan.

2.5. Masih belum sempurnanya substansi dan implementasi dari UU Nomor 39 Tahun
2004 yaitu antara lain:

2.5.1. Substansi yang lebih banyak mengatur mengenai aspek bisnis penempatan
TKI ke luar negeri dibandingkan aspek perlindungan.

2.5.2. Pendekatan yang digunakan dalam prosedur penempatan TKI hanya untuk
TKI sector PLRT dan belum menyentuh aspek TKI Formal atau sektor lainnya
seperti permasalahan ABK.

3. Faktor Negara Tujuan

3.1. Beberapa diantara negara penempatan/tujuan, tidak memiliki undang-undang/hukum mengenai ketenagakerjaan yang memadai;

3.2. Jika muncul masalah antara user dengan pekerja, seringkali merugikan pekerja
karena pendekatan yang digunakan oleh negara penempatan berbeda dan kecenderungan
di tiap negara adalah bahwa sistem pengadilan dan penegakan hukum di negara tersebut
akan melindungi warga negara tersebut dan mengalahkan warga negara asing;

3.3. Cara pandang masyarakat setempat di beberapa negara penempatan yang melihat
bahwa pekerja asing yang bekerja di bidang konstruksi, perkebunan, dan PLRT dianggap
pekerjaan yang rendah (difficult, dangerous, and dirty) sehingga kurang hargai;

3.4. Pada beberapa negara, permasalahan domestic workers dianggap sebagai bagian
dari permasalahan keluarga atau dianggap masalah individu dan bukan masalah
pemerintah/negara.

4. Faktor Perusahaan Pengerah Penempatan

4.1. Banyaknya PPTKIS yang hanya mengutamakan kepentingan bisnis dengan pengiriman TKI sebanyak-banyaknya ke luar negeri tanpa memperhatikan sistem perekrutan yang baik, sistem pelatihan yang benar, sistem pemeriksaan kesehatan, sistem administrasi yang baik yang sesuai dengan prosedur dan peraturan yang ada;

4.2. Proses pelatihan dan pembekalan keterampilan Calon TKI yang belum optimal;

4.3. Tidak dilaksanakannya kewajiban-kewajiban Perusahaan Pengarah Tenaga Kerja
Indonesia Swasta (PPTKIS) sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Yang menjadi akar permasalahan soal TPPO adalah sebagai berikut:

1. Banyaknya penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan;
2. Lapangan pekerjaan yang tidak mencukupi;
3. Rendahnya tingkat pendidikan, khususnya di daerah-daerah pelosok.
4. Khusus untuk TKI, proses rekrutmen dan pemberangkatan TKI yang tidak mengikuti sistem yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah dan Undang Undang (pemalsuan dokumen identitas dan perjalanan, rekrutmen langsung oleh sponsor, kompetensi TKI yang tidak memadai untuk bekerja di luar negeri).

Modus operandi TPPO dengan cara dalah pengiriman tenaga kerja, Duta Seni Budaya, Perkawinan Pesanan, Pengangkatan Anak,Pemalsuan Dokumen, Penyalahgunaan Visa, Pemindahan Tenaga Kerja Prosedural yang Dipindahkan Secara Ilegal, Penjeratan Hutang, Kerja Paksa. Langkah strategis pemberantasan TPPO di dalam negeri yakni pemberlakuan Undang undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Pasal 1 ayat (1) menyebutkan:

"Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi”.

Pasal 58, ayat (1) berbunyi:

“Untuk melaksanakan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengambil langkah-langkah untuk pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang"

ayat (2) berbunyi:

Untuk mengefektifkan dan menjamin pelaksanaan langkah- langkah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah membentuk gugus tugas yang beranggotakan wakil-wakil dari pemerintah, penegak hukum, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, dan peneliti/ akademisi"

Selain itu pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang melalui Peraturan Presiden No. 69 tahun 2008.

KESIMPULAN

Timbulnya kasus yang umumnya menimpa TKI bukan semata-mata faktor individu yang belum tergolong dewasa dan/atau pendidikan rendah, tapi peran BNP2TKI yang merupakan filter atau penyaring TKI ke luar negeri sesuai wewenangnya belum maksimal, sehingga masih banyak yang lolos bekerja di luar negeri tanpa dokumen sesuai peraturan perundang-undang Negara tujuan. Lolosnya Welfrida yang usianya masih 13 tahun, ini membuktikan terjadi penjualan orang (trafficking). Kementerian Luar Negeri dapat mengemplementasikan peran, fungsi dan tanggungjawabnya terhadap WNI dan TKI di luar negeri karena memiliki kompetensi dan jaringan diplomatik, apalagi dikaitkan dengan WNI/TKI terpaksa pulang dari Negara tempatnya bekerja atau sekolah, dan/atau pebisnis akibat terjadi bencana alam, perang saudara, atau konflik politik, dan/atau TKI yang dianiaya majikan dan lain-lain.

Peran ini tidak bisa diambil pihak lain, apalagi oleh sebuah lembaga non-pemerintah, karena bisa timbul conflict interest, yang berbeda dengan Kementerian Luar Negeri yang didalamnya mengemban tugas Negara.

Untuk lebih meningkatkan efektifitas pencegahan dan perlindungan WNI/TKI di luar negeri, maka peran BNP2TKI perlu dibenahi dan harus diisi personil yang tidak memikirkan kepentingan kelompok dan/atau komunitas tertentu, dan tidak memikirkan akibat buruk yang bakal menimpa TKI/WNI di luar negeri apabila tidak sesuai prosedur pengiriman. Pelabuhan laut illegal yang banyak terdapat di daerah perbatasan seperti Batam, Tanjung Pinang dan Bintan harus ditertibkan, dan ditempatkan petugas BNP2TKI yang dependable, bertanggung jawab, serta memiliki misi menyelamatkan warga Negara Indonesia, bukan mencari keuntungan pribadi

Artikel ini ditulis dalam format Jurnal Akademik oleh Rumbadi, S.H.,M.H, Dosen pada Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Riau Kepulauan.

EDITOR : ANDRI ARIANTO
Sambungan dari artikel sebelumnya yang berjudul--> Bagian 2 - Peran dan Tanggung-jawab Kementerian Luar Negeri Melindungi WNI dan TKI di Luar Negeri

Batam, RN - WNI dan TKI baik yang legal maupun illegal maka dalam hal perlindunganya menjadi tanggung jawab pemerintah sesuai amanat Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Pasal 1 dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan Perdagangan Orang adalah tindakan  perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi (www.dpr.go.id).

Dilihat dari konseptual diatas, makaperlindungan WNI dan TKI di luar negeri dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yaitu:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO);

2. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan selanjutnya disingkat BNP2TKI di Luar Neneri;

3. Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pelayanan Warga;

4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 260 Tahun 2015 Tentang Penghentian dan Pelarangan  Penempatan TKI Pada Pengguna Perseorangan di Negara-Negara Kawasan Timur Tengah.

Perlindungan ini terkaitan dengan penipuan terhadap calon TKI terutama tenaga kerja wanita yang bekerja tidak sesuai yang diperjanjikan seperti menjadi eksploitasi prostitusi, dan/atau beban  pekerjaan yang terlalu berat tidak sesuai dengan kemampuan TKI.

BACA JUGA:
Eksploitasi meliputi, setidaknya, eksploitasi prostitusi terhadap orang lain atau bentuk lain eksploitasi seksual lainnya, kerja atau layanan paksa, perbudakan atau praktek yang serupa dengan perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ tubuh International Organization for Migration (IOM).

Berdasarkan Pasal 1 (2)menyebutkan: “Tindakan Pidana Perdagangan Orang adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam undang-undang ini”.

Oleh sebab itu, perlu langkah strategis pemberantasan TPPO di luar negeri dengan mengacu pada apa yang telah menjadi kesepakatan antara lain (Razak, 2013):

1. Ratifikasi Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Lintas Negara Terorganisir (UNTOC) melalui UU No. 5 Tahun 2009.

2. Ratifikasi Protokol untuk Mencegah, Minindak dan Menghukum Perdagangan Orang, terutama Perempuan dan Anak-Anak melalui UU No. 14 Tahun 2009.

3. Bali Process on People Smuggling, Trafficking in Persons, and Related Transnational Crime.

4. Forum-Forum Regional ASEAN

WNI korban TPPO di luar negeri bisa dilihat pada table dibawah ini yang Negara paling banyak melakukan TPPO adalah Malaysia, sebuah Negara yang paling banyak menyerap TKI. Tahun 2012 sebanyak 199 orang WNI korban TPPO, dan menurun di tahun 2013 sebanyak 142 orang WNI, kemudian Persatuan Emirat Arab sebanyak 19 orang WNI korban TPPO, yang turun menjadi 3 orang WNI pada tahun 2013.

TABEL I. Warga Negara Indonesia Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Tahun 2012 – 2013 (s.d. 10 Desember 2013)
NO
NEGARA
WNI KORBAN TPPO
TAHUN 2012
TAHUN 2013 (10 Desember)
1
Amerika Serikat
1
0
2
Australia
1
0
3
Brunei Darussalam
1
0
4
Cina
1
1
5
Korea Selatan
1
0
6
Kuwait
1
0
7
Malaysia
199
125
8
Mesir
17
6
9
Papua New Guinea
0
1
10
Persatuan Emirat Arab
19
3
11
Suriah
10
1
12
Yordania
218
8
JUMLAH
468
146
TOTAL
614

Warga Negara Indonesia di Luar Negeri sebanyak 4.227.383 jiwa, yang TKI berdasarkan wilayah (Wagiran, 2013) sebagai berikut:

Wilayah Asia  : 2.654.796 jiwa
Timur Tengah : 1.205.652 jiwa
Amerika          : 185.159 jiwa
Pasific             : 90.455 jiwa
Eropa              : 85.393 jiwa
Afrika             : 5.918 jiwa

Sedangkan berdasarkan status sebagai brikut:
Tenaga Kerja Indonesia (TKI )     : 2.536.429 orang (60%)
Pelajar                                           : 845.476 orang (20%)
Profesional                                    : 338.190 orang (8%)
Anak Buah Kapal (ABK )            : 253.642 (6%)
Lainnya                                         : 253.646 (6%)

Pengertian Perdagangan Orang adalah Tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, dan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberikan bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan 301 orang tereksploitasi. Realita migrasi TKI adalah pelanggaran hak-hak perburuhan dan kontrak yang sering terjadi adalah sebagai berikut:

1. Perekrutan Ilegal
2. Kekerasan Seksual
3. Situasi kerja yang berbahaya
4. Kekerasan fisik dan physikologis
5. Kecelakaan Kerja dan Kematian
6. Diskriminasi
7. Marginalisasi
8. Kesepian & kehancuran keluarga

Berdasarkan data kementerian Luar Negeri, maka konsentrasi WNI di Luar Negeri adalah di wilayah Asia sebanyak 3.363.220 jiwa (62.80 %), Timur Tengah sebanyak 976.916 jiwa (28.52 %) , Amerika sebanyak 130.908 jiwa, Pasifik sebanyak 72.160 jiwa( 2.14 %), Eropa sebanyak 64.203 jiwa (2.02 %), Afrika sebanyak 4.939 jiwa (0.14 %).

Sedangkan jumlah TKI di luar negeri tahun 2012 sebanyak 2.536.429 jiwa, dan dari jumlah itu TKI formal sebanyak 920.621 orang (36.3%), dan TKI informal sebanyak 1.615.808 orang (63.7%). Tapi pihak Kementerian Luar Negeri memberikan catatan bahwa jumlah TKI di luar negeri kemungkinan besar 2 atau 3 kali lipat.Kemlu mendapatkan data dari Perwakilan RI berdasarkan lapor diri dan pembuatan dokumen perjalanan.Sesuai ketentuan seharusnya PPTKIS melaporkan data TKI yang dikirim ke luar negeri ke Perwakilan RI, namun tidak dilakukan sebesar +84% dari jumlah TKI informal tersebut adalah Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT).

Bersambung ke bagian 4 ---->

Artikel ini ditulis dalam format Jurnal Akademik oleh Rumbadi, S.H.,M.H, Dosen pada Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Riau Kepulauan.

EDITOR : ANDRI ARIANTO
Kementerian Luar Negeri Melindungi WNI dan TKI di Luar Negeri
Batam, RN - Pada tahun 2001 Direktorat Jenderal Binapenta dibubarkan dan diganti Direktorat Jenderal Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri yang selanjutnya disingkat PPTKLN sekaligus membubarkan Direktorat PTKLN. Direktorat Jenderal PPTKLN pun membentuk struktur Direktorat Sosialisasi dan Penempatan untuk pelayanan penempatan TKI ke luar negeri. Sejak kehadiran Direktorat Jenderal PPTKLN, pelayanan penempatan TKI di tingkat provinsi/kanwil dijalankan oleh BP2TKI.

BACA JUGA:

Pada 2004 lahir Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, yang pada pasal 94 ayat (1) dan (2) mengamanatkan pembentukan BNP2TKI. Kemudian disusul dengan lahirnya Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006 Tentang Pembentukan BNP2TKI yang struktur operasional kerjanya melibatkan unsur-unsur instansi pemerintah pusat terkait pelayanan TKI, antara lain Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Tenaga Kerja dan Trasmigrasi, Kepolisian, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan , Imigrasi (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia), Sekretariat Negara, dan lain-lain.

Pada 2006 pemerintah mulai melaksanakan penempatan TKI program Government to Government (G to G) atau antarpemerintah ke Korea Selatan melalui Direktorat Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) di bawah Direktorat Jenderal PPTKLN Depnakertrans.

Pada 2007 awal ditunjuk Moh Jumhur Hidayat sebagai Kepala BNP2TKI melalui Keputusan Presiden Nomor 02 Tahun 2007 Tentang Pengesahan ASEAN Tourism Agreement (Persetujuan Pariwisata ASEAN), yang kewenangannya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden.
Tidak lama setelah Keppres pengangkatan itu yang disusul pelantikan Moh Jumhur Hidayat selaku Kepala BNP2TKI, dikeluarkan Peraturan Kepala BNP2TKI No 01/2007 tentang Struktur Organisasi BNP2TKI yang meliputi unsur-unsur intansi pemerintah tingkat pusat terkait pelayanan TKI.

Dasar peraturan ini adalah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6Tahun 2006 Tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Dengan kehadiran BNP2TKI ini maka segala urusan kegiatan penempatan dan perlindungan TKI berada dalam otoritas BNP2TKI, yang dikoordinasi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi namun tanggung jawab tugasnya kepada presiden.Akibat kehadiran BNP2TKI pula, keberadaan Direktorat Jenderal PPTKLN otomatis bubar berikut Direktorat PPTKLN karena fungsinya telah beralih ke BNP2TKI.

Program penempatan TKI Government to Government ( G to G ) ke Korea pun dilanjutkan oleh BNP2TKI, bahkan program tersebut diperluas BNP2TKI bekerjasama pemerintah Jepang untuk penempatan G to G TKI perawat pada tahun 2008, baik untuk perawat rumahsakit maupun perawat lanjut usia. Dasar hukum BNP2TKI yang melakukan pelayanan penempatan dan perlindungan TKI diluar penempatan pemerintah yang berbunyi di Pasal 95 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja mengingat pasar
kerja dalam negeri pemerintah dapat mengatur permintaan dan penawaran secara bersama-sama, sedangkan pasar kerja luar negeri masing-masing pemerintah Negara hanya dapat mengendalikan dari satu sisi saja itu yaitu pemerintahan Negara pengirim seperti Indonesia hanya dapat mengendalikan dari segi permintaan, sedangkan pemerintahan Negara menerima mengendalikan dari segi permintaan.

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah: “Setiap orang yang mampu melakukan perkerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan.”Terbatasnya lapangan pekerjaan di Indonesia, sementara kebutuhan Negara lain terhadap Tenaga Kerja Indonesia, maka dimanfaatkan oleh sebagian pekerja Indonesia mengisi posisi sebagai pekerja di Negara lain yang disebut juga dengan pekerja migrant.

Dimaksud dengan pekerja migran adalah orang yang bermigrasi dari wilayah kelahirannya ketempat lain dan kemudian bekerja ditempat yang bari tersebut dalam jangka waktu relatif menetap. Pada dasarnya ada dua pengelompokan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan
migrasi, yaitu faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor).

a. Faktor-faktor pendorong (push factor) antara lain adalah:

1. Makin berkurangnya sumber-sumber kehidupan seperti menurunnya daya dukung lingkungan, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya makin susah diperoleh seperti hasil tambang, kayu atau bahan dari pertanian;

2. Menyempitnya lapangan pekerjaan ditempat asal (misalnya tanah untuk pertanian di wilayah pedesaan yang makin menyempit);

3. Adanya tekanan-tekanan seperti politik, agama, dan suku sehingga menganggu hak asasi penduduk di daerah asal.

4. Alasan pendidikan, pekerjaan dan perkawinan.

5. Bencana alam seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami, musim
kemarau panjang atau adanya wabah penyakit.

b. Faktor-faktor penarik ( pull factor ) antara lain adalah :

1. Adanya harapan akan memperoleh kesempatan untuk memperbaiki taraf hidup

2. Adanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik.

3. Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan, misalnya iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas publik lainnya.

BERSAMBUNG ............

Artikel ini ditulis dalam format Jurnal Akademik oleh Rumbadi, S.H.,M.H, Dosen pada Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Riau Kepulauan.

EDITOR : ANDRI ARIANTO
TKI di Luar Negeri
Batam, RN - Kurang tersedianya lapangan kerja di tanah air menyebabkan warga Negara Indonesia memilih bekerja di luar negeri. Selain itu, terminologi upah murah menjadikan pekerja Indonesia yang selanjutnya disebut TKI dianggap mendapat upah yang tidak layak di dalam negeri, sementara bekerja di luar negeri upah yang akan diterima memberi harapan bakal adanya perubahan sosial khususnya menyangkut kesejahteraan.

Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) pun tumbuh dan berkembang.Akibatnya terjadi persaingan yang ketat, dan diantara PPTKIS ada yang tidak profesial. Dikatakan tidak professional karena dalam menerima calon Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disingkat TKI tidak jujur dengan cara memalsukan dokumen seperti usia yang sejatinya usia 13 tahun dibuat menjadi 20 tahun, selain itu menyangkut pendidikan, serta pelatihan yang sertifikatnya dibuat tidak sesuai dengan kompetensi calon TKI tersebut.

Perbuatan ini berakibat pada TKI yang bekerja di luar negeri mendapat perlakuan kurang manusiawi oleh majikan karena dianggap tidak mampu bekerja. Penyiksaan, dikejar-kejar polisi di negera tempat bekerja, hingga mendapat sanksi hukum berat seperti hukuman seumur hidup, hukuman mati dengan cara digantung dan lainlain.Tambahan keberangkatan TKI melalui jalur illegal, yang ini banyak terdapat di Kepulauan Riau khusunya Batam.

BACA JUGA:

Kasus Walfrida, TKI asal Dusun Kolo Ulun, Desa Faturika, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu, Kupang, Nusa Tenggara Timur terancam hukuman mati. Wanita kelahiran 12 Oktober 1993 yang ketika berangkat ke Malaysia tahun 2010 usianya 13 tahun (tempo.co). Usia yang masuk kategori belum dewasa dan cakap membuat perjanjian sesuai tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata. Dan usia 13 tahun tergolong usia belum cakap untuk melakukan perjanjian sesuai peraturan perundang-undangan khususnya syarat sahnya perjanjian.

Dalam melakukan perjanjian (Miru dan Pati) maka ada 4 (empat ) hal yang menjadi perhatian menurut Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata syarat sah suatu perjanjian sebagai berikut:

1. Adanya kesepakatan. Kesepakatan tersebut mengikat dirinya dan terjadi persesuaian kehendak antar keduanya atau yang melakukan perjanjian, bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk sepakat mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan.Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.

2. Cakap untuk melakukan suatu perikatan. Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum.Pada asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akil baliq dan sehat pikirannya, adalah cakap menurut hukum.

3. Suatu hal tertentu. Apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksud dalam perjanjian paling sedikit sudah harus ditentukan jenisnya, bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada ditangan siberutang pada waktu perjanjian di buat.

4. Causa yang halal/ sebab-sebab yang halal. Causa atau sebab yang halal adalah isi perjanjian itu sendiri, dalam suatu perjanjian jual beli isinya adalah, pihak yang satu menghendaki uang, dalam perjanjian sewa-menyewa suatu pihak mengingini kenikmatan suatu barang, pihak yang lain menghendaki uang. Walfrida yang berusia 13 tahun belum tergolong orang dewasa, sebab yang masuk kategori dewasa terbagi menjadi 2 (dua) yakni (arfkomunika.blogspot.co.id):

1. Dewasa awal usia 12-16 tahun
2. Dewasa akhir usia 17-25 tahun

Pada kasus yang diputus dalam kasasi di Mahkamah Agung, dengan Putusan MA RI No.477/K/ Sip./1976 tanggal 2 November 1976, majelis hakim membatalkan putusan pengadilan tinggi dan mengadili sendiri, yang dalam amarnya majelis hakim memutuskan bahwa ayah berkewajiban untuk memberian nafkah kepada anak hasil perkawinan yang putus tersebut
sampai anaknya berumur 18 tahun.

Majelis hakim berpendapat bahwa batasan umur anak yang berada di bawah kekuasaan orang tua atau perwalian ialah 18 tahun, bukan 21 tahun. Dengan demikian, dalam umur 18 tahun, seseorang telah dianggap mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya, dan karenanya menjadi cakap untuk berbuat dalam hukum (www.hukumonline.com).

Dilihat dari Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 26 maka:” Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun. Oleh sebab itu, dilihat dari ketentuan tersebut, Walfrida masih tergolong anak, dan masih dibawah
pengawasan orang tua, dan apabila dipekerjakan sebagai tenaga kerja Indonesia, maka itu adalah perbuatan melawan hukum.

Disebut perbuatan melawan hukum karena tidak mengindahkan apa yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya menyangkut syarat keterangan hari dan tanggal kelahiran Walfrida. R.Soesuli dalam bukunya berjudul: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar-komentarnya mengatakan bahwa yang diartikan dengan surat dalam bab ini adalah segalah surat , baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik, dan lain-lainnya (www.hukumonline.com).

METODOLOGI

Data yang dikumpulkan adalah data kualitatif, maka teknik analisa datanya menggunakan model analisas kualitatif interaktif. Dalam teknik analisa data ini setelah data terkumpul selanjutnya bisa dikemukakan dalam sajian data ataupun dengan langkah mengolah data (mereduksi data) yang diperoleh dari sumber kepustakaan (literature-literatur, undangundang, surat khabar maupun sumber kepustakaan lainnya), ataupun dari data-data yang diperoleh di lapangan dari informan yang berkompeten dalam memberikan data mengenai Warga Negara Indoneisa (WNI) dan tenaga kerja kerja (TKI) di luar negeri, berdasarkan Peraturan Menteri Luar Negeri RI Nomor 01/A/ OT/I/2006/01 Tahun 2006, Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (PWNI dan BHI) bertugas memberikan perlindungan WNI di dalam dan luar negeri, badan hukum Indonesia di luar negeri, pengawasan kekonsuleran, serta bantuan sosial dan repatriasi WNI.

Dalam penulisan jurnal ini, penulis menggunakan jenis penulisan hukum normatif, yaitu asumsi dasarnya dari peraturan perundang-undangan (Ali dan Heryani, 2012). Kajian normatif memandang hukum dalam wujudnya sebagai kaidah, apa yang menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Kajian normative sifatnya preskriptif, yaitu bersifat menentukan apa yang salah dan apa yang benar. Kajian-kajian yang normatiF terhadap hukum antara lain: Ilmu Hukum Pidana dan Ilmu Hukum Tata Negara Positif. Dengan perkataan lain, kajian normative mengkaji law in books (Ali dan Heryani, 2012).

PEMBAHASAN

Warga Negara Indonesia yang berada di luar negeri tidak hanya TKI, tapi ada pula mahasiswa dan/atau isteri yang ikut suaminya, atau sebaliknya.Namun yang sering menimbulkan persoalan adalah TKI karena keberadaan mereka illegal atau bekerja di luar negeri tanpa memiliki dokumen yang sah, dan kepergian TKI pun illegal, yang diantar oleh agen TKI melalui cara jalan pintas yang disebut pelabuhan tikus. Pelabuhan tikus ini banyak terdapat di Batam.

Di kota Batam, menurut catatan Imigrasi memiliki 7 (tujuh) tempat pemeriksaan imigrasi (TPI) laut yang berada di pelabuhan Sekupang, Kabil (pelabuhan barang), Harbor Bay, Batam Centre, Batu Ampar (pelabuhan barang), Marina City dan Nongsa. Selain itu juga terdapat 1 TPI udara yang berada di bandara Hang Nadim, Batam (Laman Resmi Imigrasi).

Pelabuhan illegal itu tidak hanya digunakan untuk menyelundupkan TKI, tapi menjadi tempat masuknya warga Negara asing atau imigran gelap dari Negara-negara yang tengah konflik seperti Iran, Afganistan, dan lain-lain. Dan setelah TKI tiba di Negara yang dituju, maka di sini peran Kementerian Luar Negeri yang diwajibkan Negara untuk mencari, dan mengetahui dimana para TKI itu berada, apalagi terkait kasus.

Fungsi BNP2TKI di dalam negeri ada yang disebut Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan selanjutnya disingkat BNP2TKI di Luar Neneri. Lembaga ini bertanggungjawab mencegah calon TKI dan/WNI bepergian keluar negeri dengan tujuan tidak jelas, atau tidak dilengkapi dokumen keimigrasian, atau dokumen ketenagakerjaan yang diatur di Negara tujuan dan Negara aasal TKI.

Lahirnya BNP2TKI ketika pada 1994 Pusat AKAN dibubarkan dan fungsinya diganti Direktorat Ekspor Jasa TKI (eselon II) di bawah Direktorat Jenderal Binapenta.Namun pada 1999 Direktorat Ekspor Jasa TKI diubah menjadi Direktorat Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PTKLN) (www.bnp2tki.go.id).

Dalam upaya meningkatan kualitas penempatan dan keamanan perlindungan TKI telah dibentuk pula Badan Koordinasi Penempatan TKI (BKPTKI) pada 16 April 1999 melalui Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1999 Tentang Badan Koordinasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia yang keanggotannya terdiri 9 instansi terkait lintas sektoral pelayanan TKI untuk meningkatkan program penempatan dan perlindungan tenaga kerja luar negeri sesuai lingkup tugas masing-masing.

Artikel ini ditulis dalam format Jurnal Akademik oleh Rumbadi, S.H.,M.H, Dosen pada Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Riau Kepulauan.

EDITOR : ANDRI ARIANTO
Kasus Setya Novanto
Batam, RN - Beberapa hari belakangan, publik masih ramai membahas tentang Praperadilan antara KPK versus Setya Novanto (Ketua DPR RI), yang dalam hal ini dimenangkan oleh Setya Novanto. Dimana bunyi putusan tersebut adalah, penetapan status Tersangka terhadap Setya Novanto adalah tidak sah. 

Menjadi menarik karena berbagai macam penafsiran dan pendapat muncul ditengah masyarakat. Ada yang menganggap putusan tersebut sangat melukai rasa keadilan masyarakat, tidak sedikit pula yang menganggap putusan tersebut telah sesuai dengan kaidah yang berlaku. Apapun itu, yang jelas, sebagai masyarakat, kita harus menghormati terhadap putusan yang telah dikeluarkan oleh seorang hakim. 

Dalam hal ini, sebagai seorang akademisi, tentunya menarik bagi saya khususnya, untuk menuangkan pemikiran terkait hal tersebut, dimana pemikiran ini lepas dari segala macam pengaruh dan intervensi. Dengan kata lain, opini ini murni melihat dari sudut keilmuan yang dimiliki secara pribadi dan tentunya dengan melihat kaidah-kaidah yang berlaku.

BACA JUGA:

Sah atau tidaknya penetapan tersangka, masuk dalam objek praperadilan, secara yuridis formal baru muncul setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014 yang diajukan permohonannya oleh Bachtiar Abdul Fatah, karyawan PT Chevron Pasific Indonesia. Sejak saat itu, nyaris banyak kejadian setelah seseorang ditetapkan sebagai tersangka, maka akan mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri, untuk menguji sah atau tidaknya status tersangka yang disandangnya.

Setya Novanto, yang notabene adalah seorang Ketua DPR RI dan sekaligus sebagai Ketua Umum Golkar, apapun beritanya, maka akan menjadi minat dan perhatian publik untuk mengikuti. Demikian juga ketika permohonan praperadilan yang diajukannya, bahwasanya ia menganggap penetapan tersangka yang ditetapkan oleh KPK adalah tidak sah, dan itu diamini oleh hakim. Maka timbul pertanyaan, bagaimana dengan kelanjutan atas perkara tersebut. Sebagian menganggap berhenti saat itu juga, sebagian lagi kasus tersebut dapat dilakukan penyelidikan dan penyidikan kembali.

Praperadilan tentunya maknanya jauh berbeda dengan peradilan. Dalam dunia peradilan, ketika seseorang telah dinyatakan oleh majelis hakim bersalah atau tidak bersalah, dan putusan tersebut telah incraht, maka sampai kapanpun, kasus tersebut tidak dapat diajukan lagi ke pengadilan. 

Ketika perkara yang sama tersebut oleh penuntut umum diajukan kembali ke pengadilan, maka akan berlaku asas hukum ne bis in idem. Bagaimana dengan praperadilan dalam kasus Setya Novanto? 

Dalam pandangan saya, hakim yang menyatakan bahwa penetapan status tersangka terhadap Setya Novanto yang dilakukan KPK adalah tidak sah, berarti maknanya ada cara, prosedur, dan/atau tindakan KPK ketika menetapkan tersangka tersebut, mungkin telah bertentangan dengan kaidah hukum, sehingga tindakannya tersebut menjadi tidak sah. Hakim praperadilan dalam putusannya tidak menyatakan bahwa Setya Novanto tidak bersalah dalam kasus yang melilitnya. 

Maka dari itu, dalam pandangan saya, walaupun status tersangkanya telah gugur, hal itu tidak menghilangkan sifat perbuatan pidana dalam kasus tersebut (e-KTP). Dan itu sejalan dengan putusan MK di atas dalam halaman 106, berbunyi:

“... namun demikian perlindungan terhadap hak tersangka tidak kemudian diartikan bahwa tersangka tersebut tidak bersalah dan tidak menggugurkan dugaan adanya tindak pidana, sehingga tetap dapat dilakukan penyidikan kembali sesuai kaidah hukum yang berlaku secara ideal dan benar".

Dari rumusan frase di atas, bahwa boleh saja ada beberapa pihak mengatakan kasus Setya Novanto berhenti dan ditutup, tetapi saya dapat mengatakan bahwa, walaupun telah dimenangkannya Setya Novanto dalam perkara praperadilan tersebut, KPK tetap berwenang melakukan penyidikan kembali dalam kasus yang sama, tentunya dengan memperhatikan kaidah hukum yang benar dan ideal.

Kita melihat dalam rentetan kasus yang sama, dengan terdakwa atas nama Irman dan Sugiharto, membuktikan bahwa dalam kasus tersebut telah ada perbuatan pidana, jadi KPK tinggal mengembangkan dengan melakukan penyidikan kembali, apakah ada peran Setya Novanto dalam kasus tersebut.

Melihat fenomena praperadilan berkaitan dengan sah atau tidaknya penetapan tersangka, sebetulnya saya termasuk pihak yang tidak setuju bahwa sah atau tidaknya penetapan tersangka masuk dalam ranah praperadilan. 

Mengapa? Sebagaimana kita ketahui, ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka, kemudian mengajukan praperadilan, dan hakim praperadilan mengabulkan dalam putusannya. Hal tersebut tidak mengakibatkan imlipkasi serius terhadap kasus yang dihadapinya. Bahwasanya itu adalah salah satu bentuk pengawasan terhadap tindakan penyidik, agar tidak terjadi maladministrasi dan pelanggaran HAM, itu betul. Namun pada dasarnya, setelah putusan tersebut, walaupun kalah, kapanpun penyidik dapat mengangkat kasus tersebut kembali untuk dilakukan penyidikan. Lalu untuk apa status tersangka terhadap kita dinyatakan tidak sah, toh itu tidak menggugurkan perbuatan pidananya, justru sebaliknya, suatu saat nanti, kapanpun itu kita bisa juga dijadikan tersangka kembali dalam kasus yang sama. 

Selain itu, dalam prakteknya, objek sah atau tidak penetapan tersangka, penafsirannya sangat luas sekali. Jika kita menilik beberapa putusan praperadilan, antara yang satu dan yang lainnya sangat multikompleks. Beberapa alasan tidak sahnya penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK antara lain, hakim berpendapat alat buktinya kurang, Penyidik KPK tidak berwenang, tersangka korupsi bukan pejabat negara, korupsi dibawah 1 milyar, dan lain-lain. Ujung-ujungnya, hampir setiap putusan hakim tentang sah atau tidaknya penetapan tersangka, menimbulkan persepsi yang berbeda-beda. Dan imbasnya adalah nama baik hakim yang terkadang mendapat stigma negative di masyarakat.

Penulis adalah Rustam,S.H.,M.H. Kini menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Riau Kepulauan di Batam.

Studi Penanganan Kasus Perkara Pidana di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Padang

Batam, RN - Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, oleh karena itu sudah sepantasnya selalu menjunjung tinggi keadilan dan ketertiban dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan suatu aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh penguasa berwenang  dengan tujuan untuk mengatur, melindungi, menjaga dan memelihara kehidupan warga negaranya. Pelanggaran terhadap aturan-aturan atau ketenuan itu, maka sudah barang tentu penyelesaiannya adalah berdasarkan hukum-hukum positif yang telah dibuat.Hukum positif itu sendiri adalah hukum yang berlaku sebagai hukum bagi masyarakat pada suatu waktu dan tempat tertentu.Sebagai sumber dari hukum positif pada umumnya adalah undang-undang, kebiasaan, ilmu pengetahuan hukum dan jurisprudensi.

Hukum dari bermacam-macam jenisnya, salah satu diantaranya adalah hukum pidana.Dalam ruang lingkup hukum pidana yang luas, baik hukum pidana substantif (materil) maupun hukum acara pidana (hukum pidana formil) disebut hukum pidana.Hukum acara pidana sendiri berfungsi untuk menjalankan hukum pidana substantif (materil), sehingga disebut hukum pidana formil atau hukum acara pidana. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan kebenaran materil atau setidak-tidaknya mendekati, ialah kebenaran yang sebenar-benarnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan pelangaran hukum,dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.

Pada prakteknya, dalam sidang pemeriksaan di pengadilan, selain menggunakan alat bukti-alat bukti yang telah dijelaskan dalam Pasal 184 ayat ( 1 ) KUHAP, biasanya pada kasus-kasus tindak pidana tertentu, seperti pembunuhan, perampokan, pemerkosaan dan lainnya, terdapat suatu alat bukti atau semacam petunjuk lain yang biasa disebut sebagai rekonstruksi tindak pidana. Maksud diadakannya adalah memperkuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh Penyidik, selain itu juga untuk membuat terang dan memberikan gambaran tentang terjadinya suatu tindak pidana dengan jalan memperagakan kembali cara tersangka melakukan tindak pidana, sehingga lebih meyakinkan kepada pemeriksa tentang kebenaran keterangan tersangka ataupun saksi. Ini dilakukan penyidik sesuai dengan kewenangannya dalam Pasal 7 ayat (1) huruf  j,

Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab”.

Pelaksanaan rekonstruksi disamping harus dilakukan di tempat kejadian perkara (TKP), atau ditempat lain jika keadaan tidak memungkinkan, juga harus dibuatkan berita acara yang disebut Berita Acara Rekonstruksi yang dilengkapi dengan foto copy adegan yang dilakukan selama rekonstruksi berlangsung. Foto-foto tersebut merupakan kelengkapan yang tak dapat dipisahkan dari berita acara rekonstruksi tersebut.

Dalam prakteknya, ternyata rekonstruksi hampir selalu dipakai oleh penyidik dalam kasus tindak pidana tertetu. Namun, pertanyaanya adalah sejauh manakah  kedudukan rekonstruksi tindak pidana tersebut dapat memperkuat alat bukti yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang nantinya akan digunakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam membuat surat dakwaan ataupun majelis hakim dalam menjatuhkan putusannya terhadap terdakwa.

B. Pengertian Rekonstruksi

Dalam membuat terangnya suatu tindak pidana, diperlukan suatu tekhnik pemeriksaan terhadap tersangka dan saksi, tujuannya adalah sebagai penjabaran dari petunjuk pelaksanaan tentang proses penyidikan tindak pidana., serta di dalam pelaksanaan pemeriksaan tesangka dan saksi di depan penyidik secara tekhnis telah melakukannya dengan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Salah satu tekhnik pemeriksaan terhadap tersangka dan saksi seperti yang diungkapkan di atas adalah dengan melakukan rekonstruksi dalam rangka melaksanakan penyidikan tindak pidana. Dimana istilah rekonstruksi di bidamg penyidikan tersebut mulai dikenal secara luas oleh masyarakat melalui berbagai liputan di media-media massa.

Pengertian rekonstruksi secara umum adalah peragaan kembali kejadian perkara di TKP, yang pelaksanaanya dilakukan berdasarkan segala fakta yang terungkap sebagai hasil penyidikan. Sedangkan pengertian rekonstruksi secara khusus adalah:

“Salah satu tekhnik pemeriksaan dalam rangka penyidikan, dengan jalan memperagakan kembali cara tersangka melakukan tindak pidana dan atau pengetahuan saksi, dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang terjadinya tindak pidana tersebut dan untuk menguji kebenaran keterangan tersaangka atau saksi sehingga dengan demikian didapat keterangan tentang benar tidaknya tersangka tersebut sebagai pelaku dan dituangkan dalam Berita Acara Rekonstruksi”

Penulis adalah Rustam,S.H.,M.H. Kini menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Riau Kepulauan di Batam.