Banyak orang yang bilang kalau perselingkuhan pasti terjadi di tengah-tengah hubungan yang kacau, atau tukang selingkuh
biasanya tidak akan bisa berubah, dan segudang kabar burung tentang
perselingkuhan lainnnya. Tunggu, sebaiknya jangan keburu menyimpulkan
dulu sebelum Anda mencari tahu beragam kebenaran seputar mitos
perselingkuhan ini secara mendalam.
Pria dan wanita sama-sama punya peluang yang sama untuk menduakan cintanya dari pasangan alias selingkuh. Namun, sebenarnya siapa yang paling sering melakukan perselingkuhan di antara keduanya?
Mengutip dari laman Psychology Today, sebuah penelitian yang dilakukan oleh para periset dari University of Washington di Amerika Serikat, berhasil mengumpulkan survei seputar perselingkuhan selama 15 tahun. Hasil survei tersebut menunjukkan data bahwa terjadi peningkatan jumlah perselingkuhan dari 5 persen 15 persen pada wanita, dan dari 20 menjadi 28 persen di kalangan pria.
Demi mendukung hasil penelitian tersebut, para peneliti dari University Kinsey Institute dan University of Guelph di tahun 2011, mengambil kesimpulan terbaru bahwa ada sekitar 19 persen perselingkuhan oleh wanita dan 23 persen kasus perselingkuhan oleh pria.
Meski jumlah kasus perselingkuhan tersebut “dimenangkan” oleh kaum adam, tapi nyatanya dari penelitian tersebut semakin banyak wanita yang menduakan pasangannya.
Faktanya, hubungan yang manis, adem ayem, bahkan berantakan dan tidak bahagia sekali pun, rentan diuji oleh pahitnya perselingkuhan dari salah satu atau kedua pasangan. Ada berbagai motif mendasar yang menjadi alasan terjadinya perselingkuhan.
Entah karena memang ada kesempatan yang tidak ingin dilewatkan, bosan dengan hubungan yang itu-itu saja, merasa ada yang lebih bisa membahagiakan dirinya ketimbang pasangan saat ini, dan lain sebagainya. Namun, apa pun dan bagaimana pun alasannya, perselingkuhan akan tetap menjadi duri perusak dalam suatu hubungan.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Foojan Zeine, PsyD, seorang terapis pernikahan dan keluarga di California, Amerika Serikat, bahwa pelaku perselingkuhan biasanya membutuhkan semacam perubahan yang “menarik” guna membangkitkan semangatnya dalam menjalin suatu hubungan.
Inilah yang kemudian membuatnya merasa seolah tertantang untuk melakukan hal yang tanpa sadar dapat mengkhianati pasangannya.
Kata siapa? Setiap orang berkesempatan untuk menyadari dan mengubah kesalahannya, termasuk bagi si pelaku perselingkuhan. Jika ia mau berubah, berjanji, dan berusaha untuk tidak mengulangi kesalahannya, tentu masih ada peluang besar baginya untuk berubah ke “jalan yang lurus”.
Selingkuh sebenarnya bukanlah “jawaban pasti”, melainkan “pilihan” yang masih bisa diabaikan. Bagi Anda yang pernah atau sering selingkuh dari pasangan, mencari tahu akar permasalahan dan mengendalikan sikap merupakan salah satu kunci penting untuk tidak mengulangi kesalahan di masa lalu.
Perasaan sedih dan kecewa yang mendalam setelah mengetahui kebohongan besar pasangan di belakang Anda, tentu bisa meruntuhkan kepercayaan yang telah dibangun sekian lama. Sudah ditebak, Anda mungkin lebih memilih untuk berpisah dan membiarkan pasangan hidup bahagia bersama selingkuhannya.
Namun, tidak sedikit pula korban perselingkuhan yang bisa kembali percaya pada pasangan, meski pernah menelan pahitnya kenyataan diselingkuhi. Jangan keburu menyimpulkan, “Ah, mungkin dianya aja yang bodoh, sudah tau diselingkuhi, kok, masih mau percaya lagi?”, dan serentetan ocehan nyinyir lainnya.
Di balik itu semua, pasti ada pertimbangan matang sampai akhirnya Anda bisa kembali percaya dan membuka hati untuk memaafkan kesalahan pasangan. Sebab terkadang, proses pemulihan diri bisa membangun hubungan baru yang malah makin harmonis setelah diselingkuhi.
Kebanyakan kasus perselingkuhan biasanya akan berakhir pada perpisahan. Akan tetapi, ternyata mitos tentang perselingkuhan yang satu ini tidak sepenuhnya benar, lho. Sama seperti ujian hidup, perselingkuhan bisa merubah hubungan ke arah yang lebih baik atau lebih buruk, tergantung dari bagaimana Anda dan pasangan menyikapinya.
Ya, perselingkuhan bukanlah akhir dari segala. Bahkan, bisa saja menciptakan hubungan baru yang jauh lebih baik daripada sebelumnya.
Saling terbuka dan sama-sama mengutarakan unek-unek yang mungkin belum tersampaikan selama ini, sampai akhirnya mungkin menjadi alasan perselingkuhan, dapat membuat Anda berdua lebih mengerti kekurangan satu sama lain.
***
Mitos 1: Pria lebih sering selingkuh daripada wanita
Pria dan wanita sama-sama punya peluang yang sama untuk menduakan cintanya dari pasangan alias selingkuh. Namun, sebenarnya siapa yang paling sering melakukan perselingkuhan di antara keduanya?
Mengutip dari laman Psychology Today, sebuah penelitian yang dilakukan oleh para periset dari University of Washington di Amerika Serikat, berhasil mengumpulkan survei seputar perselingkuhan selama 15 tahun. Hasil survei tersebut menunjukkan data bahwa terjadi peningkatan jumlah perselingkuhan dari 5 persen 15 persen pada wanita, dan dari 20 menjadi 28 persen di kalangan pria.
Demi mendukung hasil penelitian tersebut, para peneliti dari University Kinsey Institute dan University of Guelph di tahun 2011, mengambil kesimpulan terbaru bahwa ada sekitar 19 persen perselingkuhan oleh wanita dan 23 persen kasus perselingkuhan oleh pria.
Meski jumlah kasus perselingkuhan tersebut “dimenangkan” oleh kaum adam, tapi nyatanya dari penelitian tersebut semakin banyak wanita yang menduakan pasangannya.
Mitos 2: Perselingkuhan selalu hadir di dalam hubungan yang tidak sehat
Faktanya, hubungan yang manis, adem ayem, bahkan berantakan dan tidak bahagia sekali pun, rentan diuji oleh pahitnya perselingkuhan dari salah satu atau kedua pasangan. Ada berbagai motif mendasar yang menjadi alasan terjadinya perselingkuhan.
Entah karena memang ada kesempatan yang tidak ingin dilewatkan, bosan dengan hubungan yang itu-itu saja, merasa ada yang lebih bisa membahagiakan dirinya ketimbang pasangan saat ini, dan lain sebagainya. Namun, apa pun dan bagaimana pun alasannya, perselingkuhan akan tetap menjadi duri perusak dalam suatu hubungan.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Foojan Zeine, PsyD, seorang terapis pernikahan dan keluarga di California, Amerika Serikat, bahwa pelaku perselingkuhan biasanya membutuhkan semacam perubahan yang “menarik” guna membangkitkan semangatnya dalam menjalin suatu hubungan.
Inilah yang kemudian membuatnya merasa seolah tertantang untuk melakukan hal yang tanpa sadar dapat mengkhianati pasangannya.
Mitos 3: Pelaku perselingkuhan tidak bisa berubah
Kata siapa? Setiap orang berkesempatan untuk menyadari dan mengubah kesalahannya, termasuk bagi si pelaku perselingkuhan. Jika ia mau berubah, berjanji, dan berusaha untuk tidak mengulangi kesalahannya, tentu masih ada peluang besar baginya untuk berubah ke “jalan yang lurus”.
Selingkuh sebenarnya bukanlah “jawaban pasti”, melainkan “pilihan” yang masih bisa diabaikan. Bagi Anda yang pernah atau sering selingkuh dari pasangan, mencari tahu akar permasalahan dan mengendalikan sikap merupakan salah satu kunci penting untuk tidak mengulangi kesalahan di masa lalu.
Mitos 4: Sulit percaya kembali pada pasangan setelah diselingkuhi
Perasaan sedih dan kecewa yang mendalam setelah mengetahui kebohongan besar pasangan di belakang Anda, tentu bisa meruntuhkan kepercayaan yang telah dibangun sekian lama. Sudah ditebak, Anda mungkin lebih memilih untuk berpisah dan membiarkan pasangan hidup bahagia bersama selingkuhannya.
Namun, tidak sedikit pula korban perselingkuhan yang bisa kembali percaya pada pasangan, meski pernah menelan pahitnya kenyataan diselingkuhi. Jangan keburu menyimpulkan, “Ah, mungkin dianya aja yang bodoh, sudah tau diselingkuhi, kok, masih mau percaya lagi?”, dan serentetan ocehan nyinyir lainnya.
Di balik itu semua, pasti ada pertimbangan matang sampai akhirnya Anda bisa kembali percaya dan membuka hati untuk memaafkan kesalahan pasangan. Sebab terkadang, proses pemulihan diri bisa membangun hubungan baru yang malah makin harmonis setelah diselingkuhi.
Mitos 5: Setelah diselingkuhi, pasti berpisah
Kebanyakan kasus perselingkuhan biasanya akan berakhir pada perpisahan. Akan tetapi, ternyata mitos tentang perselingkuhan yang satu ini tidak sepenuhnya benar, lho. Sama seperti ujian hidup, perselingkuhan bisa merubah hubungan ke arah yang lebih baik atau lebih buruk, tergantung dari bagaimana Anda dan pasangan menyikapinya.
Ya, perselingkuhan bukanlah akhir dari segala. Bahkan, bisa saja menciptakan hubungan baru yang jauh lebih baik daripada sebelumnya.
Saling terbuka dan sama-sama mengutarakan unek-unek yang mungkin belum tersampaikan selama ini, sampai akhirnya mungkin menjadi alasan perselingkuhan, dapat membuat Anda berdua lebih mengerti kekurangan satu sama lain.
***
Post A Comment:
0 comments: